
Penulis :
Ilham Adhitya Pratama
Mahasiswa Semester 1 Angkatan 2024
Jurusan Hukum Universitas Bangka Belitung
Bangka Belitung, pulau yang kaya akan keindahan alam dan sumber daya alam, khususnya timah. Namun, di balik gemerlapnya timah, tersimpan luka mendalam yang diakibatkan oleh eksploitasi berlebihan. Tambang timah, yang seharusnya menjadi berkah, justru menjadi kutukan bagi lingkungan dan masyarakat. Keindahan pantai yang dulu memukau kini terancam oleh limbah tambang, hutan bakau yang menjadi paru-paru bumi semakin menyusut, dan kualitas air yang tercemar. Pertanyaannya kini, apakah timah benar-benar harta karun atau justru kutukan bagi Bangka Belitung?
Pada 2021, IKLH Provinsi Kepulauan Bangka Belitung secara umum mencapai 72,05. Nilai ini merupakan penurunan sebesar 1,45 poin dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meskipun demikian, IKLH Bangka Belitung masih berada dalam predikat baik sesuai dengan kategori perhitungan yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Indeks Kualitas Air (IKA) mengalami penurunan signifikan menjadi 58,37, di bawah target yang ditetapkan oleh KLHK. Indeks Kualitas Udara (IKU) juga mengalami penurunan, meskipun masih berada di atas target yang ditetapkan oleh KLHK. Meskipun terjadi peningkatan pada Indeks Kualitas Lahan (IKLH) menjadi 40,1 dari tahun sebelumnya, kualitasnya masih diklasifikasikan sebagai kurang. Sementara itu, Indeks Kualitas Air Laut (IKAL) mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun sebelumnya.
Dampak sosial dari maraknya aktivitas pertambangan timah di Bangka Belitung begitu kompleks dan meluas. Selain merusak lingkungan secara signifikan, pertambangan juga memicu berbagai permasalahan sosial. Konflik kepentingan antara perusahaan tambang, pemerintah daerah, dan masyarakat lokal seringkali meletus, mengakibatkan ketidakstabilan sosial dan bahkan kekerasan. Masyarakat yang tinggal di sekitar area tambang seringkali mengalami penurunan kualitas hidup akibat pencemaran lingkungan, hilangnya mata pencaharian tradisional seperti pertanian dan perikanan, serta meningkatnya angka pengangguran. Paradoksnya, di tengah kelimpahan sumber daya alam, banyak masyarakat lokal justru hidup dalam kemiskinan. Ketimpangan sosial yang semakin mencolok ini memicu berbagai bentuk protes dan demonstrasi, mengancam stabilitas keamanan wilayah."
Secara keseluruhan, eksploitasi tambang timah di Bangka Belitung telah menimbulkan dampak yang sangat kompleks dan merusak baik lingkungan maupun sosial. Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan upaya kolaboratif antara pemerintah, perusahaan tambang, masyarakat, dan akademisi. Penerapan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, penegakan hukum yang tegas, serta pengembangan sektor-sektor ekonomi alternatif menjadi kunci untuk mewujudkan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan