Penulis :
Alvhi Peci
“Siapapun yang jatuh cinta terlihat seperti orang gila, karena cinta telah menodai akalnya.”
Kalimat sederhana ini mungkin terdengar sinis bagi sebagian orang, namun di baliknya tersimpan kebenaran yang sering kita abaikan: cinta memang bisa membuat manusia kehilangan arah, bila tidak berlabuh pada Allah.
Manusia diciptakan dengan dua kekuatan: akal dan hati. Akal menimbang, hati merasakan. Namun ketika cinta datang tanpa kendali, hati mengambil alih segalanya. Ia menutup telinga dari nasihat, menutup mata dari kebenaran, bahkan menipu akal agar menghalalkan apa yang sebenarnya salah.
Berapa banyak orang rela mengorbankan waktu, tenaga, bahkan harga diri demi seseorang yang belum tentu halal baginya? Berapa banyak yang menggadaikan kejujuran demi jabatan, atau mengorbankan prinsip demi kekayaan? Semuanya karena cinta—cinta pada dunia, cinta pada nama, cinta pada manusia.
Padahal, cinta sejati seharusnya menuntun, bukan menjerumuskan.
Cinta sejati tidak membuatmu kehilangan logika, tapi justru menuntun akalmu untuk lebih bijak dalam memilih. Cinta sejati tidak membuatmu lupa ibadah, tapi justru menambah dekatmu dengan Sang Pemberi rasa cinta itu sendiri.
Cinta kepada Allah tidak membutakan, justru menyembuhkan.
Ia membuat langkahmu ringan untuk berbuat baik, membuat hatimu lapang ketika diuji, dan membuat hidupmu bermakna meski tanpa balasan manusia.
Karena itulah, siapa pun yang mencintai sesuatu selain Allah—entah itu harta, jabatan, atau manusia—akan selalu cemas ketika kehilangan. Namun, siapa pun yang mencintai Allah, akan selalu tenang meski segalanya diambil darinya.
Sebab ia tahu, cinta kepada Allah tidak pernah sia-sia.
Maka jika engkau sedang mencintai seseorang, pastikan cintamu tidak membuatmu jauh dari sujud. Jika engkau sedang mengejar dunia, pastikan langkahmu tidak meninggalkan akhirat.
Cinta tidak salah, asal niatnya benar.
Cinta tidak najis, asal caranya bersih.
Cinta tidak menodai akal, asal tujuannya Allah.
Cinta yang paling indah adalah ketika engkau mencintai seseorang karena Allah, dan rela melepaskannya pun karena Allah.
Ketika engkau bekerja, menulis, atau bahkan bermimpi pun — semuanya karena ingin diridhai oleh-Nya.
Sebab pada akhirnya, semua cinta akan sirna.
Yang tersisa hanyalah cinta yang tertuju kepada Dzat Yang Kekal.
Dan di sanalah, akal, hati, dan jiwa menemukan ketenangan yang sejati.
.............................Penulis :ALVHI PECI- Pelayan Ummat
