no-style

USAHA MEMINIMALISIR KASUS KDRT DALAM KELUARGA - OPINI SYINTHIA ZAKI

, September 28, 2024 WIB Last Updated 2024-09-28T12:49:00Z

 


Penulis : Syinthia Zaki

- Mahasiswa Fakultas Hukum Prodi Hukum Universitas Bangka Belitung


Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan keluarga, di mana salah satu anggota keluarga menjadi korban tindakan agresif dari anggota lainnya. KDRT mencakup berbagai bentuk kekerasan, termasuk fisik, psikologis, seksual, dan ekonomi. Tindakan kekerasan ini sering kali melibatkan pasangan suami istri, namun bisa juga terjadi antara orang tua dan anak, atau antar anggota keluarga lainnya.


Dalam banyak kasus, korban KDRT mengalami kesulitan untuk keluar dari situasi tersebut karena adanya ketergantungan emosional, finansial, atau ketakutan terhadap ancaman fisik dari pelaku. Selain itu, norma sosial yang masih menganggap masalah keluarga sebagai urusan pribadi membuat banyak kasus KDRT tidak dilaporkan, sehingga korban tidak mendapatkan perlindungan yang memadai.


KDRT bukan hanya permasalahan individu, melainkan juga persoalan sosial yang serius. Dampaknya tidak hanya memengaruhi kesehatan fisik dan mental korban, tetapi juga memengaruhi perkembangan anak-anak yang terlibat atau menyaksikan kekerasan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan peran aktif masyarakat dan pemerintah untuk mencegah, menangani, dan memberikan perlindungan kepada korban kekerasan dalam rumah tangga.


Dalam menyikapi kasus KDRT yang menimpa salah satu artis baru-baru ini yang cukup viral, kita dihadapkan pada realitas pahit mengenai kekerasan dalam rumah tangga yang masih sering terjadi di Indonesia. Kasus ini menggambarkan betapa mendalamnya dampak emosional dan fisik yang dialami korban, serta tantangan yang harus dihadapi dalam proses penegakan hukum. CI (inisial) bukan hanya korban kekerasan, tetapi juga simbol perjuangan melawan budaya patriarki dan kekuasaan yang sering kali menyembunyikan kekerasan rumah tangga di balik tirai privasi keluarga.


Penting untuk menyoroti bahwa KDRT bukan sekadar masalah individu, melainkan masalah sistemik yang memerlukan pendekatan holistik. Penegakan hukum harus melibatkan tidak hanya sanksi bagi pelaku, tetapi juga dukungan psikologis dan sosial bagi korban. Selain itu, kesadaran masyarakat dan pendidikan tentang kekerasan rumah tangga perlu ditingkatkan agar kasus serupa bisa diatasi lebih efektif di masa depan.


Penting untuk menuntut keadilan dengan cara yang mendalam dan penuh empati, mengingat kasus CI mengingatkan kita bahwa setiap tindakan kekerasan dalam rumah tangga memiliki dampak yang luas dan memerlukan solusi komprehensif. Upaya untuk melawan KDRT harus melibatkan semua lapisan masyarakat, dari pemerintah hingga individu, untuk memastikan bahwa tidak ada lagi korban yang merasakan penderitaan serupa.


Sebagai mahasiswa, saya merasa prihatin melihat meningkatnya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Indonesia. Fenomena ini mencerminkan adanya ketidakseimbangan dalam relasi kekuasaan antara pelaku dan korban, yang sering kali disertai dengan masalah sosial lain seperti ketimpangan ekonomi, minimnya pendidikan tentang hak-hak individu, serta kurangnya dukungan psikologis.


KDRT bukan hanya permasalahan privat, tetapi juga isu sosial yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sayangnya, banyak korban yang merasa terperangkap dalam lingkaran kekerasan ini karena stigma sosial, ketakutan, atau ketergantungan ekonomi terhadap pelaku. Dalam banyak kasus, budaya patriarki juga turut memperkuat norma-norma yang merugikan korban, terutama perempuan dan anak-anak.



Untuk meminimalisir KDRT, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesetaraan gender dan hubungan yang sehat. Edukasi tentang hak asasi manusia serta penyuluhan mengenai tanda-tanda kekerasan harus lebih diperkuat, baik melalui kurikulum pendidikan maupun kampanye publik.



Selain itu, pemerintah dan lembaga terkait perlu memperkuat akses ke layanan bantuan, seperti hotline, perlindungan hukum, dan tempat penampungan sementara bagi korban. Sistem peradilan juga harus memastikan bahwa pelaku KDRT mendapatkan sanksi tegas dan tidak ada impunitas.


Dukungan psikologis juga sangat penting, baik bagi korban maupun pelaku. Dengan adanya konseling dan rehabilitasi, diharapkan pelaku dapat memahami kesalahan mereka dan tidak mengulanginya, sementara korban dapat pulih dan kembali memiliki kehidupan yang sehat.


Masyarakat perlu berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang aman dengan melaporkan kasus-kasus kekerasan dan mendukung korban untuk keluar dari situasi yang berbahaya. Dengan kerjasama yang solid antara pemerintah, lembaga sosial, dan masyarakat, kita dapat bersama-sama mengurangi angka KDRT di Indonesia

Komentar

Tampilkan

  • USAHA MEMINIMALISIR KASUS KDRT DALAM KELUARGA - OPINI SYINTHIA ZAKI
  • 0


 

Kabupaten