
Bandung –||
Aktivitas penjualan obat daftar G secara ilegal kembali ditemukan di wilayah hukum Polsek Sukajadi, Polrestabes Bandung. Dari hasil pantauan awak media, sebuah toko obat di Jl. Prof. Eyckman No. 40, Kelurahan Sukabungah, Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung, diduga kuat menjual bebas sejumlah obat keras tanpa resep dokter, di antaranya Tramadol, Heximer, Trihexyphenidyl (THP), Dextromethorphan HBr (DMP), serta pil setan atau pil koplo.
Padahal, obat-obatan tersebut termasuk golongan psikotropika dan obat keras yang seharusnya hanya bisa diperoleh melalui resep dokter dengan pengawasan tenaga medis berkompeten.
Dari wawancara dengan salah satu pemakai Tramadol, terungkap bahwa obat ini menimbulkan ketergantungan tinggi.“
Kalau sehari saja tidak minum, pagi badan sakit semua, hampir tidak bisa bangun,” ujar pengguna yang enggan disebutkan namanya.
Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi Tramadol secara terus-menerus dapat menimbulkan efek withdrawal (putus obat). Secara medis, Tramadol merupakan analgesik opioid sintetis, yang penggunaannya harus diawasi ketat. Jika dikonsumsi tanpa aturan, efek jangka panjangnya dapat menyebabkan:
- Ketergantungan fisik dan psikis (mirip narkotika).
- Kerusakan hati dan ginjal akibat metabolisme obat yang berlebihan.
- Gangguan sistem saraf pusat, seperti tremor, halusinasi, hingga kejang.
- Risiko kematian bila dikonsumsi bersamaan dengan alkohol atau obat penenang lain.
Sementara itu, obat seperti Heximer (Trihexyphenidyl/THP) dikenal sering disalahgunakan untuk mendapatkan efek euforia. Dalam jangka panjang, penyalahgunaan Heximer dapat memicu psikosis, gangguan mental permanen, serta kerusakan otak.
Penjualan bebas obat keras tanpa izin jelas melanggar ketentuan perundang-undangan, antara lain:
-
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
- Pasal 196: “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
-
Pasal 197 UU Kesehatan: “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.”
-
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan UU Psikotropika juga dapat dijerat, khususnya untuk obat dengan kandungan zat psikotropika yang penyalahgunaannya meresahkan masyarakat.
Masyarakat sekitar berharap aparat penegak hukum (APH), baik Polri maupun BPOM serta Dinas Kesehatan, tidak menutup mata. Penjualan obat daftar G tanpa resep bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mengancam generasi muda.
Banyak kasus penyalahgunaan obat jenis ini terjadi di kalangan pelajar dan remaja, yang kerap menyebutnya sebagai “pil koplo” atau “pil gedek”. Efek euforia sesaat justru membawa mereka ke arah kecanduan, gangguan mental, hingga tindakan kriminal akibat kehilangan kontrol diri.
Temuan ini menjadi alarm serius bagi aparat penegak hukum. Jika dibiarkan, praktik ilegal semacam ini akan terus merusak masyarakat, khususnya generasi muda. Tindakan tegas, transparan, dan tidak pandang bulu sangat dibutuhkan agar tidak ada lagi korban yang jatuh akibat penyalahgunaan obat daftar G.
Jum