no-style

Opini:Dekonstruksi Perempuan Terhadap Dunia Politik.

, Maret 27, 2024 WIB Last Updated 2024-03-27T04:44:02Z


PEREMPUAN Indonesia tidak lagi terkurung dalam kegelapan intelektual. Perempuan yang dulunya tidak diperkenankan sekolah hanya diperbolehkan di sumur, kasur, dan dapur, kini dapat mencicipi akses pendidikan. Tugas dan tanggung jawab seorang perempuan bukanlah sekedar menjadi pelengkap isi rumah tangga. Namun harus bisa membicarakan arah kemajuan bangsanya.



Berbicara tentang politik tidak hanya dilakukan oleh kalangan politisi, pemerintah atau para birokrat saja namun semua lapisan masyarakat. Disetiap tongkrongan kita bisa mendengar para warga sedang meperbincangkan politik, memperdebatkan paslon mana yang terbaik atau mengkritisi kebijakan pemerintah.



Representasi perempuan dalam bidang politik dapat dikatakan masih jauh dari harapan. Di Indonesia sendiri perempuan yang terjun dalam dunia perpolitikan masih terbelenggu dengan latar belakang, budaya patriarkhi, perbedaan gender. Meskipun sampai saat ini selalu ada upaya untuk memperbaiki persolan tersebut.



Kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak republik Indonesia terus berupaya meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik. Dibuatnya kebijakan seperti uu no.10 tahun 2008 pasal 55 ayat 2 menerapkan zipper system yang mengatur bahwa setiap 3 bakal calon terdapat sekurang-kurangnya satu orang perempuan. Pemenuhan kuota 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen nyatanya masih jauh dari kata memuaskan. Angka tersebut tidak sepenuhnya tercapai bahkan malah menimbulkan pro dan kontra dalam partai.


Faktor mendasar yang membuat perempuan begitu sulit masuk dalam dunia perpolitikan. Ialah budaya patriarkhi. Sistem yang masih terjaga dan masih terawat dalam kehidupan masyarakat. Sebuah anggapan bahwa derajat perempuan adalah dibawah laki-laki. Perempuan adalah mahluk lemah dan harus dilindungi sehingga harus di perlakukan sesuai dengan kemauan laki-laki. Khawatirnya ialah malah berujung pada kasus kekerasan terhadap perempuan.



Tak kalah bahayanya adalah efek dari stigma ini. Ketika perempuan menganggap ini menjadi sesuatu yang tabuh. Meyakini bahwa ini sudah menjadi hukum alam yang tak dapat dirubah. sehingga saat dihadapkan dengan kaum laki-laki dalam memperebutkan kursi jabatan misalnya, akan timbul rasa pesimis untuk menang. Atau merasa gengsi dipimpin oleh seorang perempuan.



Dengan lahirnya para kartini baru seperti ibu Megawati Soekarno Putri sebagai presiden perempuan pertama di Indonesia menjadi bukti bahwa perempuan tidak kalah kuat dibanding dengan kaum laki-laki. Ibu Sri Mulyani yang menjabat sebagai menteri keuangan atau ibu Retno Marsudi sebagai menteri luar negeri. Mereka adalah sebagian dari banyaknya perempuan hebat yang memiliki peranan penting dalam Negara ini.



Keterlibatan perempuan dalam politik dan pemerintahan di Indonesia terbukti telah membawa dampak yang cukup baik terhadap peraturan dan perundangan yang berpihak terhadap perempuan, anak-anak, serta kelompok minoritas. Contoh perundangan yang berhasil digolkan dengan dukungan politisi perempuan dan masyarakat sipil antara lain UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Peningkatan keterwakilan legislator perempuan sangat penting untuk meningkatkan kualitas kebijakan publik yang ada agar lebih berpihak kepada perempuan, anak- anak, dan kelompok minoritas. 


Begitu juga dengan pemerintah harus bisa menjamin keamanan hak-hak politik setiap perempuan sesuai dengan nilai-nilai demokrasi dan asas pancasila. Maka seluruh perempuan Indonesia tidak usah ragu ketika harus terjun dalam perpolitikan. Tidak ada ketakutan ketika harus menjadi pemimpin dalam badan/lembaga pemerintahan.



Mengutip kata-kata Bung Karno yang beliau tulis dalam bukunya yang berjudul ‘’Sarinah; kewajiban wanita menjalankan kewajibannya’’. Wanita Indonesia, kewajibanmu telah terang! Sekarang ikutlah serta mutlak dalam usaha menyelamatkan republik, dan nanti jika republik telah selamat, ikutlah serta mutlak dalam usaha menyusun Negara nasional. Di dalam masyarakat keadilan sosial dan kesejahteraan sosial itulah engkau nanti menjadi wanita yang bahagia dan wanita yang Merdeka! (halaman 329)


Penulis : Sarinah Risma

Komentar

Tampilkan

  • Opini:Dekonstruksi Perempuan Terhadap Dunia Politik.
  • 0


 

Kabupaten