
Penulis:
AGNANISA
- Mahasiswi Jurusan Manajemen Bisnis Syariah Semester 6 Institut Agama Islam Tazkia Bogor
Dalam kehidupan sehari hari manusia tentu melakukan banyak aktivitas baik itu pinjam meminjam, jual beli, menabung,investasi dan sebagainya. Hal tersebut biasanya dilakukan dengan pihak yang mempunyai kekuasaan dan mampu melaksanakan hal tersebut. Sebagai contoh adalah Bank sebagai Lembaga yang menghimpun dana dari Masyarakat dan menyalurkan kembai kepada Masyarakat, yang mana di dalam produknya terdapat pembiayaan dengan berbagai model, termasuk jual beli secara cicilan. Salah satu transaksi jual beli yang sering dilakukan adalah dengan mengunakan system cicilan. System jual beli secara cicilan sudah menjadi hal yang biasa bagi kebanyakan orang, karna biasanya dengan system cicilan akan lebih mempermudah seseorang dalam memenuhi kebutuhan. Pembayaran secara cicilan merupakan salah satu pilihan yang cukup membantu orang orang dalam transaksi jual beli, tentunya alasan utama memilih cicilan adalah karna belum cukupnya modal.
Lalu bagaimana dengan pembiayaan dengan system cicilan? Apakah ada di dalam syariat islam? Bagaimana pula dengan pembiayaan dengan system konvensional?
Di dalam keuangan syariah, murabahah merupakan salah satu manajemen pembiayaan yang berbasil jual beli, yang artinya nasabah sebagai pembeli akan mendapatkan pembiayaan terhadap komoditas yang diiinginkan dengan akad jual beli dan pembayaran dalam bentuk cicilan, bagaimana sistemnya? Untuk memahami hal tersebut berikut kita akan bahas mengenai murabahah.
1. Pengertian Murabahah
Secara etimologis, istilah Murabahah berasal dari Bahasa Arab yaitu “ribh” yang berarti keuntungan, laba, atau tambahan. Sehingga, murabahah adalah sebuah proses transaksi jual-beli barang ketika harga asal dan keuntungan telah diketahui dan disepakati oleh kedua belah pihak sebelumnya.
Bai’ al-murabahah adalah prinsip bai’ (jual beli) dimana harga jualnya terdiri dari harga pokok barang ditambah nilai keuntungan yang disepakati. Pada murabahah, penyerahan barang dilakukan pada saat transaksi sementara pembayarannya dilakukan secara tunai, tangguh ataupun dicicil.
2. Landasan Hukum Murabahah
Adapaun landasan hukum murabahah initerdapat dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 2289. :
نع بيهس (ر اللهاا هنع ا ن بجا لص اللهاا هيلع ملسو اق ل : الث ث نهيف ا ةكابل عيكا ال لجا ةضرقالو طلخو بال اب يعشل تيبلل ال عيبلل ) هاور ا نب ام هج
Artinya: “Diriwayatkan dari shuhaib r.a. bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: tiga hal yang mengandung berkah yaitu jual beli secara tidak tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual. ”
Hadits diatas menjelaskan diperbolehkannya praktek jual beli yang dilakukan secara tempo, begitu juga dengan pembiayaan murabahah yang dilakukan secara tempo, dalam arti nasabah diberi tenggang waktu untuk melakukan pelunasan atas harga komoditas sesuai kesepakatan.
3. Rukun dan Syarat Murabahah
Rukun :
a. Pihak yang berakad (Al-’aqidain)
b. Obyek yang diakadkan (Mahallul ‘Aqad)
c. Tujuan akad (Maudhu’ul Aqad)
d. Akad (Sighat al-’Aqad)
Syarat :
a. Penjual jujur menginformasikan harga pokok suatu produk kepada pembeli.
b. Kesepakatan harus saha sesuai rukun dan prinsip Islam.
c. Terbebas dari unsur riba.
d. Adanya transparansi penjual kepada pembeli bila suatu produk memiliki kecacatan.
e. Penjual harus terus terang terkait proses perolehan dan segala urusan mengenai produk, misalnya dibeli secara hutang
4. Skema Murabahah dalam perbankan
Untuk lebih memahami tentang system murabahah pada perbankan syariah, berikut merupakan penjelasan mengenai alur terjadinya akad murabahah :
a. Pembeli (nasabah) melakukan negosiasi atau perjanjian dengan penjual (bank syariah)
b. Penjual (bank syariah) melakukan pembelian barang kepada supplier (pemasok barang) sesuai dengan kebutuhan nasabah
c. Setelah barang tersedia, penjual (bank syariah) melakukan akad murabahah dengan pembeli (nasabah), namun pada aplikasinya sering terjadi akad murabahah bilwakalah, artinya bank memberikan wewenang kepada nasabah untuk melakukan jual beli terhadap barang kebutuhan nasabah dengan melakukan perjanjian wakalah (perwakilan), yang pada akhirnya nasabah hanya menyerahkan kwitansi pembelian barang sebagai bukti bahwa murabahah yang ditanda tangani akadnya bisa berjalan sesuai dengan prosedurnya.
d. Penyerahan barang dari supplier kepada pembeli (nasabah)
e. Setelah barang diterima oleh pembeli (nasabah), maka nasabah melakukan kewajibannya berupa membayar angsuran kepada penjual (bank syariah)
5. Cara pembayaran Murabahah
Di dalam murabahah dalam perbankan syariah, terdapat dua akad yang pasti dalam system pembayarannya, yaitu secara tunai dan cicilan. Pembayaran secara tunai itu berlaku dalam transaksi antara bank syariah dengan supplier, sedangkan pembayaran secara cicilan berlaku dalam transaksi antara bank syariah dengan nasabah.
a. Murabahah Muajjal (secara cicilan / angsuran)
Merupakan pembayaran secara cicilan sesuai dengan kesepakatan yang telah dilakukan bersama
b. Murabahan Muajjal (secara lupsum di akhir)
Dimana nasabah diberikan tenggang waktu untuk melakukan pembayaran sekaligus di akhir periode yang sudah disepakati
c. Murabahah Naqdan (secara Tunai)
Merupakan dimana pembayaran secara tunai di depan pada saat menerima barang
6. Murabahah dalam Teknis Perbankan
a) Murabahah adalah akad jual beli antara bank dan nasabah atas suatu jenis barang tertentu dengan harga yang disepakti bersama. Bank akan mengadakan barang yang dibutuhkan dan menjualnya kepada nasabah dengan harga yang sudah ditambah keuntungan yang disepakati.
b) Guna memastikan keseriusannya untuk membeli, bank dapat mensyaratkan nasabah agar terlebih dahulu membayar uang muka. Hal ini untuk memastikan kepastian terlaksananya akad murabahah .
c) Nasabah membayar kepada bank atas harga barang tersebut (setelah dikurangi uang muka) secara angsuran selama jangka waktu yang telah disepakati bersama dengan memperhatikan kemampuan mengangsur. Uang muka yang mana pada poin b sebenarnya tidak akan merugikan nasabah karna uang muka tersebut akan tetap menjadi hak nasabah.
d) Baik harga jual maupun besarnya angsuran yang telah disepakati tidak berubah hingga akad pembiayaan berakhir
e) Tidak ada denda atas keterlambatan pembayaran angsuran (penalty overdue).
7. Produk Murabahah dalam Perbankan Syariah
Terdapat beberapa produk murabahah dalam perbankan syariah, diantaranya adalah :
a. Pembiayaan KPR Syariah
b. Pembiayaan Kendaraan Bermotor Syariah
c. Pembiayaan Modal Kerja Syariah
d. Pembiayaan Konsumer Syariah (Pendidikan, pernikahan)
Semua produk diatas system kerjanya sama, yaitu bank syariah akan membelikan barang sesuai kebutuhan nasabah, kemudian bank syariah akan menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga yang sama ditambah margin keuntungan yang disepakati, kemudian nasabah akan membayar harga barang tersebut secara angsuran kepada bank syariah.
Setelah memahami hal diatas, maka apakah perbedaan murabahah dengan kredit konvensional?
• Dalam murabahah, bank bertindak sebagai penjual barang, sedangkan dalam kredit konvensional, bank bertindak sebagai pemberi pinjaman.
• Dalam murabahah, keuntungan bank sudah diketahui sejak awal dan tidak berubah selama masa pembiayaan, sedangkan dalam kredit konvensional, bunga pinjaman dapat berubah-ubah.
• Dalam murabahah, nasabah memiliki hak untuk memiliki barang yang dibiayai sejak akad murabahah ditandatangani, sedangkan dalam kredit konvensional, nasabah baru memiliki hak untuk memiliki barang yang dibiayai setelah seluruh pinjaman dilunasi.
Dari penjelasan diatas kita dapat memahami bahwa antara murabahah dan kredit konvensional memiliki perbedaan, dikarnakan murabahah merupakan produk perbankan syariah didalam pembiayaan syariah, diharapkan perbankan syariah mampu menjalankan produk ini sesuai dengan kaidah syariah.